Pengertian Amil (عامل)

Minggu, 26 September 2010

Pengertian

Secara bahasa, Amil adalah "Sesuatu yang beramal", jadi kalau di dalam bahasa arab ada kata yang bisa mempengaruhi akhir dari suatu lafadz, maka disebut dengan Amil (عامل)

Pembagian

Amil dibedakan menjadi 2 :
  • Amil Lafdzi
Amil yang tampak atau kelihatan, seperti pada lafadz : فى المدرسة, Lafadz فى disebut Amil, karena mempengaruhi lafadz sesudahnya yaitu : المدرسة
  • Amil Ma'nawi
Amil yang tidak kelihatan, disebut amil hanya dikarenakan suatu hukum saja atau dikira-kirakan saja. Contoh : أنا طالب lafadz أنا diAmili oleh suatu amil ma'nawi (amil yang tidak kelihatan, yang disebut dengan Amil Ma'nawi Ibtida')

Untuk Penjelasan lebih Lanjut, Akan saya jelaskan di Postingan selanjutnya

I'rob dan pembagiannya

Pengertian

Perubahan akhir kata (كلمة) di sebabkan oleh pengaruh Amil yang masuk, baik secara Lafdzi (tampak) atau di kira2kan (tidak tampak)
Pembagian

I'rob dibagi menjadi 4, yaitu :
  • Rofa'
  • Nashob
  • Jer
  • Jazem

Kalimat Hurf (حروف)dan Tanda-tandanya

Pengertian

Kalimat yang tidak bisa bermakna, bila tidak digandeng dengan kata lain
Maksudnya adalah bahwasanya kalimat huruf itu kalau di bahasa indonesia, seperti dengan kata sambung, contoh : kata sambung (Di), kata sambung ini, tidak akan bisa bermakna atau tidak bisa di mengerti apabila tidak digandeng dengan kata atau kalimat lain.

Sedangkan contoh di bahasa arab adalah lafadz في , lafadz ini tidak akan bisa bermakna, apabila tidak ada kalimat yang mengiringinya.

Tanda-tanda
Tidak adanya tanda-tanda Kalimat Isim dan Kalimat Fi'il
Tanda-tanda kalimat Huruf adalah tidak menerimanya tanda-tanda Kalimat Isim dan Kalimat Fi'il

Macam-macam Kalimat Huruf

Kalimat Huruf ada banyak sekali macamnya, diantaranya adalah
  • Huruf Jer
  • Huruf Istifham
  • Dan lain sebagainya

Kalimat Fi'il (فعل) dan tanda-tandanya

Kamis, 29 Juli 2010

Definisi Kalimat Fi'il 

كلمة دلت على معنى فى نفسها مقترنة بأحد الأزمنة الثلاثة وضعا
Yaitu kalimat yang menunjukkan makna dengan sendirinya, dengan disertai salah satu dari tiga zaman (madhi, hal, atau istiqbal) secara wadho'

Kalimat Fi'il ada 3 :

- Fi'il Madli (فعل الماضى)

Kata kerja yang menunjukkan makna zaman madli (masa lampau). Contoh : ضَرَبَ

- Fi'il Mudhori' (فعل المضارع)

Kata kerja yang menunjukkan makna zaman hal atau istiqbal (sedang atau akan dilakukan). Contoh : يَضْرِبُ

- Fi'il Amar (فعل الامر)

Kata kerja yang menunjukkan makna perintah. Contoh : إِضْرِبْ

Tanda - tanda Kalimat Fi'il

بِتَا فَعَلْتَ وَ أَتَتْ وَ يَافْعَلِي * وَالنُّوْنِ أَقْبِلَنَّ فِعْلٌ يَنْجَلِي

Tanda-tanda kalimat Fi'il ada 4 :
- Bisa kemasukan ta' fail. Seperti : فَعَلْتَ
- Bisa kemasukan ta' ta'nits sakinah. Seperti : أَتَتْ
- Bisa kemasukan ya' muannats mukhotobah. Seperti : افْعَلِي
- Bisa kemasukan nun taukid. Seperti : أَقْبِلَنَّ

Tanda - tanda Kalimat Isim (كلمة إسم)

Rabu, 28 Juli 2010

بسم الله الرحمن الرحيم
باِلْجَرِّ وَالتَّنْوِيْنِ وَالنِّدَا وَأَلْ * وَمُسْنَدٍ لِلْإِسْمِ تَمْيِيْزٌ حَصَلْ
Tanda-tanda kalimat isim adalah Jer, Tanwin, Nida', AL, Musnad Ilaih (Mubtada' dan Fail)

Definisi Kalimat Isim  (كلمة إسم)
 
 كلمة دلت على معنى فى نفسها ولم تقترن بزمان وضعا
Kalimat (kata) yang menunjukkan makna dengan dirinya sendiri, tanpa membutuhkan lafadz lain dan tidak disertai zaman secara wadho'
 
Tanda - tanda kalimat isim yaitu :
- Dibaca Jer, Contoh : فى نفسِها
- Ada Tanwin,  Contoh : على معنىً
- Nida', Contoh : يا زيدُ
- Ada AL, Contoh : الحمد
- Musnad Ilaih (Mubtada' dan Fail), Contoh : زيد ) جاء زيد, الحمد لله disebut Isim karena menjadi Fail, الحمد disebut Isim karena menjadi Mubtada')

Pengertian dari Kalam (باب الكلام)

Selasa, 27 Juli 2010

بسم الله الرحمن الرحيم

كَلاَمُنَا لَفْظٌ مُفِيْدٌ كَاسْتَقِمْ * وَاسْمٌ وَفِعْلٌ ثُمَّ حَرْفٌ الْكَلِمْ
وَاحِدُهُ كَلِمَةٌ وَ الْقَوْلُ عَمْ * وَ كِلْمَةٌ بِهَا كَلَامٌ قَدْ يُؤَمْ
Kalam menurut ahli nahwu yaitu lafadz yang berfaidah seperti اسْتَقِمْ, dan kumpulan dari isim, fi'il dan huruf , disebut dengan Kalim (الْكَلِمْ)

Kalimat (الكلمة) yaitu lafadz yang berfaidah (mempunyai arti) dan tidak tersusun (satu)
Contoh :
- كَلَامُ  (Kalam)         :  زيد قائم 
- الكلمة (Kalimat)    : زيد 

Kalimat ada tiga, yaitu :
  1. Kalimat Isim (اللإسم)    : Kata benda
  2. Kalimat Fi'il (الفعل)       : Kata kerja
  3. Kalimat Huruf (الحرف) : Kalimat yang selain dari Isim dan Fi'il
Gabungan dari beberapa Kalimat (الكلمة), disebut dengan Kalim (الْكَلِمْ
    Devinisi kalam (كلام)

    Kalam (كلام) menurut Imam Ibnu Malik harus memenuhi dua hal, yaitu :

    1). Lafadz (اللَّفْظ)
     الصوت المشتمل على بعض الحروف
    Yaitu Suara yang mengandung sebagian huruf hijaiyah, yang diawali huruf alif dan diakhiri huruf ya'
    Contoh : زيد , Mengandung huruf Za' , Ya' , dan Dal
    Suara Ayam, Kambing, bedug, mesin dan lain-lain bukan termasuk lafadz
    2). Mufid (الْمُفِيْدُ)

    هو المفهم معنى يحسن السكوت عليه بحيث لا يبقى للسامع أنتظار مقيد به
    Yaitu lafadz yang memberikan kefahaman pada makna yang diamnya mutakallim dan sami'  dianggap bagus, sekira sudah tidak menunggu pada perkara yang diqoyyidi (ditentukan dengan menunggu yang sempurna)

    Contoh : زيد قائم sebagai jawaban dari pertanyaan كيف حالك زيد؟
    Contoh ini dinamakan mufid, karena memberi kefahaman bahwa zaid sudah berdiri, sehingga diamnya pendengar (سامع) dianggap bagus, karena begitu mendengar ucapan itu, pendengar (سامع) sudah faham dan tidak lagi menunggu yang sempurna kelanjutan ucapan mutakallim

    الكلام و ما يتألف منه

    Jumat, 12 Maret 2010

    بسم الله الرحمن الرحيم

    اَلْكَلاَمُ وَ مَا يَتَأَلَّفُ مِنْهُ

    كَلاَمُنَا لَفْظٌ مُفِيْدٌ كَاسْتَقِمْ ~ وَاسْمٌ وَ فِعْلٌ ثُمَّ حَرْفٌ الْكَلِمْ

    وَاحِدُهُ كَلِمَةٌ وَ الْقَوْلُ عَمْ ~ وَ كِلْمَةٌ بِهَا كَلاَمٌ قَدْ يُؤَمْ

    باِلْجَرِّ وَ التَّنْوِيْنِ وَ النِّدَا وَ أَلْ ~ وَ مُسْنَدٍ لِلْاِسْمِ تَمْيِيْزٌ حَصَلْ

    بِتَا فَعَلْتَ وَ أَتَتْ وَ ياَافْعَلِي ~ وَ نُوْنِ أَقْبِلَنَّ فِعْلٌ يَنْجَلِي

    سِوَاهُمَا الْحَرْفُ كَهَلْ وَفِي وَ لَمْ ~ فِعْلٌ مُضَارِعٍ يَلِى لَمْ كَيَشَمْ

    وَمَاضِىَ الْاَفْعَلَ بِالتَّامِزْ وَسِمْ ~ بِالنُّوْنِ فِعْلَ الْاَمْرِ إِنْ أَمْرٍ فُهِمْ

    وَالْاَمْرِ إِنْ لَمْ يَكُ لِلنُّوْنِ مَحَلْ ~ فِيْهِ هُوَ اسْمٌ نَحْوُ صَهْ وَ حَيَّهَلْ

    مقدمة ألفية إبن مالك

    Selasa, 09 Maret 2010

    بسم الله الرحمن الرحيم

    مقدمة

    قاَلَ مُحَمَّدٌ هُوَ ابْنُ ماَلِكِ ~ اَحْمَدُ رَبِّي اللهَ خَيْرَ ماَلِكِ

    مُصَلِّياً عَلىَ النَّبِِيِّ الْمُصْطَفىَ ~ وَ اَ لِهِ الْمُسْتَكْمِلِيْنَ الشَّرَفاَ

    وَاَسْتَعِيْنُ اللهَ فيِ اَلْفِيَّة ~ مَقاَصِدُ النَّحْوِ بِهاَ مَحْوِيَّة

    تُقَرِّبُ الْأَقْصَى بِلَفْظٍ مُوْجَزِ ~ وَتَبْسُطُ الْبَذْلَ بِوَعْدٍ مُنْجَزِ

    وَتَقْتَضِى رِضًا بِغَيْرِ سُخْطِ ~ فاَئِقَةً أَلْفِيَةَ ابْنِ الْمُعْطِى

    وَهُوَ بِسَبْقٍ حَائِزٌ تَفْضِيْلاَ ~ مُسْتَوْجِبٌ ثَنَائِيَ الْجَمِيْلاَ

    وَاللهُ يَقْضِى بِهِباَتٍ وَافِرَة ~ لِي وَلَهُ فِي دَرَجَاتِ الْأَخِرَة

    Sejarah Ibnu Malik

    Ibnu Malik, nama lengkapnya adalah Syeikh Al-Alamah Muhammad Jamaluddin ibnu Abdillah ibnu Malik al-Thay, lahir di Jayyan. Daerah ini sebuah kota kecil di bawah kekuasaan Andalusia (Spanyol). Pada saat itu, penduduk negeri ini sangat cinta kepada ilmu, dan mereka berpacu dalam menempuh pendidikan, bahkan berpacu pula dalam karang-mengarang buku-buku ilmiah. Pada masa kecil, Ibn Malik menuntut ilmu di daerahnya, terutama belajar pada Syaikh Al-Syalaubini (w. 645 H). Setelah menginjak dewasa, ia berangkat ke Timur untuk menunaikan ibadah haji,dan diteruskan menempuh ilmu di Damaskus. Di sana ia belajar ilmu dari beberapa ulama setempat, antara lain Al-Sakhawi (w. 643 H). Dari sana berangkat lagi ke Aleppo, dan belajar ilmu kepada Syaikh Ibn Ya’isy al-Halaby (w. 643 H).

    Di kawasan dua kota ini nama Ibn Malik mulai dikenal dan dikagumi oleh para ilmuan, karena cerdas dan pemikirannya jernih. Ia banyak menampilkan teori-teori nahwiyah yang menggambarkan teori-teori mazhab Andalusia, yang jarang diketahui oleh orang-orang Syiria waktu itu. Teori nahwiyah semacam ini, banyak diikuti oleh murid-muridnya, seperti imam Al-Nawawi, Ibn al-Athar, Al-Mizzi, Al-Dzahabi, Al-Shairafi, dan Qadli al-Qudlat Ibn Jama’ah. Untuk menguatkan teorinya, sarjana besar kelahiran Eropa ini, senantiasa mengambil saksi (syahid) dari teks-teks Al-Qur’an. Kalau tidak didapatkan, ia menyajikan teks Al-Hadits. Kalau tidak didapatkan lagi, ia mengambil saksi dari sya’ir-sya’ir sastrawan Arab kenamaan. Semua pemikiran yang diproses melalui paradigma ini dituangkan dalam kitab-kitab karangannya, baik berbentuk nazhom (syair puitis) atau berbentuk natsar (prosa). Pada umumnya, karangan tokoh ini lebih baik dan lebih indah dari pada tokoh-tokoh pendahulunya.

    Di antara ulama, ada yang menghimpun semua tulisannya, ternyata tulisan itu lebih banyak berbentuk nazham. Demikian tulisan Al-Sayuthi dalam kitabnya, Bughyat al-Wu’at. Di antara karangannya adalah Nazhom al-Kafiyah al-Syafiyah yang terdiri dari 2757 bait. Kitab ini menyajikan semua informasi tentang Ilmu Nahwu dan Shorof yang diikuti dengan komentar (syarah). Kemudian kitab ini diringkas menjadi seribu bait, yang kini terkenal dengan nama Alfiyah Ibn Malik. Kitab ini bisa disebut Al-Khulashah (ringkasan) karena isinya mengutip inti uraian dari Al-Kafiyah, dan bisa juga disebut Alfiyah (ribuan) karena bait syairnya terdiri dari seribu baris. Kitab ini terdiri dari delapan puluh (80) bab, dan setiap bab diisi oleh beberapa bait.

    Bab yang terpendek diisi oleh dua bait seperti Bab al-Ikhtishash dan bab yang terpanjang adalah Jama’ Taktsir karena diisi empat puluh dua bait. Dalam muqaddimahnya, kitab puisi yang memakai Bahar Rojaz ini disusun dengan maksud (1) menghimpun semua permasalahan nahwiyah dan shorof yang dianggap penting. (2) menerangkan hal-hal yang rumit dengan bahasa yang singkat , tetapi sanggup menghimpun kaidah yang berbeda-beda, atau dengan sebuah contoh yang bisa menggambarkan satu persyaratan yang diperlukan oleh kaidah itu.(3) membangkitkan perasaan senang bagi orang yang ingin mempelajari isinya. Semua itu terbukti, sehingga kitab ini lebih baik dari pada Kitab Alfiyah karya Ibn Mu’thi. Meskipun begitu, penulisnya tetap menghargai Ibnu Mu’thi karena tokoh ini membuka kreativitas dan lebih senior. Dalam Islam, semua junior harus menghargai seniornya, paling tidak karena dia lebih sepuh, dan menampilkan kreativitas.

    Kitab Khulashoh yang telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa di dunia ini, memiliki posisi yang penting dalam perkembangan Ilmu Nahwu. Berkat kitab ini dan kitab aslinya, nama Ibn Malik menjadi popular, dan pendapatnya banyak dikutip oleh para ulama, termasuk ulama yang mengembangkan ilmu di Timur. Al-Radli, seorang cendekiawan besar ketika menyusun Syarah Al-Kafiyah karya Ibn Hajib, banyaklah mengutip dan mempopulerkan pendapat Ibn Malik. Dengan kata lain, perkembangan nahwu setelah ambruknya beberapa akademisi Abbasiyah di Baghdad, dan merosotnya para ilmuan Daulat Fathimiyah di Mesir, maka para pelajar pada umumnya mengikuti pemikiran Ibnu Malik. Sebelum kerajaan besar di Andalusia runtuh, pelajaran nahwu pada awalnya, tidak banyak diminati oleh masyarakat. Tetapi setelah lama, pelajaran ini menjadi kebutuhan dan dinamislah gerakan karang-mengarang kitab tentang ilmu yang menarik bagi kaum santri ini. Di sana beredarlah banyak karangan yang beda-beda, dari karangan yang paling singkat sampai karangan yang terurai lebar. Maksud penulisnya ingin menyebarkan ilmu ini, kepada masyarakat, dan dapat diambil manfaat oleh kaum pelajar. Dari sekian banyak itu, muncullah Ibn Malik, Ibn Hisyam, dan al-Sayuthi. Karangan mereka tentang kitab-kitab nahwu banyak menampilkan metoda baru dan banyak menyajikan trobosan baru, yang memperkaya khazanah keilmuan. Mereka tetap menampilkan khazanah keilmuan baru, meskipun banyak pula teori-teori lama yang masih dipakai. Dengan kata lain, mereka menampilkan gagasan dan kreatifitas yang baru, seolah-olah hidup mereka disiapkan untuk menjadi penerus Imam Sibawaih (Penggagas munculnya Nahwu dan Shorof, red.). Atas dasar itu, Alfiyah Ibn Malik adalah kitab yang amat banyak dibantu oleh ulama-ulama lain dengan menulis syarah (ulasan) dan hasyiyah (catatan pinggir) terhadap syarah itu.

    Dalam kitab Kasyf al-Zhunun, para ulama penulis Syarah Alfiyah berjumlah lebih dari empat puluh orang. Mereka ada yang menulis dengan panjang lebar, ada yang menulis dengan singkat (mukhtashar), dan ada pula ulama yang tulisannya belum selesai. Di sela-sela itu muncullah beberapa kreasi baru dari beberapa ulama yang memberikan catatan pinggir (hasyiyah) terhadap kitab-kitab syarah. Syarah Alfiyah yang ditulis pertama adalah buah pena putera Ibn Malik sendiri, Muhammad Badruddin (w.686 H). Syarah ini banyak mengkritik pemikiran nahwiyah yang diuraikan oleh ayahnya, seperti kritik tentang uraian maf’ul mutlaq, tanazu’ dan sifat mutasyabihat. Kritikannya itu aneh tapi putera ini yakin bahwa tulisan ayahnya perlu ditata ulang. Atas dasar itu, Badruddin mengarang bait Alfiyah tandingan dan mengambil syahid dari ayat al-Qur’an. Disitu tampak rasional juga, tetapi hampir semua ilmuan tahu bahwa tidak semua teks al-Qur’an bisa disesuaikan dengan teori-teori nahwiyah yang sudah dianggap baku oleh ulama. Kritikus yang pada masa mudanya bertempat di Ba’labak ini, sangat rasional dan cukup beralasan, hanya saja ia banyak mendukung teori-teori nahwiyah yang syadz Karena itu, penulis-penulis Syarah Alfiyah yang muncul berikutnya, seperti Ibn Hisyam, Ibn Aqil, dan Al-Asymuni, banyak meralat alur pemikiran putra Ibn Malik tadi. Meskipun begitu, Syarah Badrudin ini cukup menarik, sehingga banyak juga ulama besar yang menulis hasyiyah untuknya, seperti karya Ibn Jama’ah (w.819 H), Al-‘Ainy (w.855 H), Zakaria al-Anshariy (w.191 H), Al-Sayuthi (w.911 H), Ibn Qasim al-Abbadi (w.994 H), dan Qadli Taqiyuddin ibn Abdulqadir al-Tamimiy (w.1005 H).

    Di antara penulis-penulis syarah Alfiyah lainnya, yang bisa ditampilkan dalam tulisan ini, adalah Al-Muradi, Ibn Hisyam, Ibn Aqil, dan Al-Asymuni.

    Al-Muradi (w. 749 H) menulis dua kitab syarah untuk kitab Tashil al-Fawaid dan Nazham Alfiyah, keduanya karya Ibn Malik. Meskipun syarah ini tidak popular di Indonseia, tetapi pendapat-pendapatnya banyak dikutip oleh ulama lain. Antara lain Al-Damaminy (w. 827 H) seorang sastrawan besar ketika menulis syarah Tashil al-Fawaid menjadikan karya Al-Muradi itu sebagai kitab rujukan. Begitu pula Al-Asymuni ketika menyusun Syarah Alfiyah dan Ibn Hisyam ketika menyusun Al-Mughni banyak mengutip pemikiran al-Muradi yang muridnya Abu Hayyan itu.

    Ibn Hisyam (w.761 H) adalah ahli nahwu raksasa yang karya-karyanya banyak dikagumi oleh ulama berikutnya. Di antara karya itu Syarah Alfiyah yang bernama Audlah al-Masalik yang terkenal dengan sebutan Audlah . Dalam kitab ini ia banyak menyempurnakan definisi suatu istilah yang konsepnya telah disusun oleh Ibn Malik, seperti definisi tentang tamyiz. Ia juga banyak menertibkan kaidah-kaidah yang antara satu sama lain bertemu, seperti kaidah-kaidah dalam Bab Tashrif. Tentu saja, ia tidak hanya terpaku oleh Mazhab Andalusia, tetapi juga mengutip Mazhab Kufa, Bashrah dan semacamnya. Kitab ini cukup menarik, sehingga banyak ulama besar yang menulis hasyiyahnya. Antara lain Hasyiyah Al-Sayuthi, Hasyiyah Ibn Jama’ah, Ha-syiyah Putera Ibn Hisyam sendiri, Hasyiyah Al-Ainiy, Hasyiyah Al-Karkhi, Hasyiyah Al-Sa’di al-Maliki al-Makki, dan yang menarik lagi adalah catatan kaki ( ta’liq ) bagi Kitab al-Taudlih yang disusun oleh Khalid ibn Abdullah al-Azhari (w. 905 H).

    Adapun Ibn Aqil (w. 769 H) adalah ulama kelahiran Aleppo dan pernah menjabat sebagai penghulu besar di Mesir. Karya tulisnya banyak, tetapi yang terkenal adalah Syarah Alfiyah. Syarah ini sangat sederhana dan mudah dicerna oleh orang-orang pemula yang ingin mempelajari Alfiyah Ibn Malik . Ia mampu menguraikan bait-bait Alfiyah secara metodologis, sehingga terungkaplah apa yang dimaksudkan oleh Ibn Malik pada umumnya. Penulis berpendapat, bahwa kitab ini adalah Syarah Alfiyah yang paling banyak beredar di pondok-pondok pesantren, dan banyak dibaca oleh kaum santri di Indonesia. Terhadap syarah ini, ulama berikutnya tampil untuk menulis hasyiyahnya. Antara lain Hasyiyah Ibn al-Mayyit, Hasyiyah Athiyah al-Ajhuri, Hasyiyah al-Syuja’i, dan Hasyiyah Al-Khudlariy.

    Syarah Alfiyah yang hebat lagi adalah Manhaj al-Salik karya Al-Asymuni (w. 929 H). Syarah ini sangat kaya akan informasi, dan sumber kutipannya sangat bervariasi. Syarah ini dapat dinilai sebagai kitab nahwu yang paling sempurna, karena memasukkan berbagai pendapat mazhab dengan argumentasinya masing-masing. Dalam syarah ini, pendapat para penulis Syarah Alfiyah sebelumnya banyak dikutip dan dianalisa. Antara lain mengulas pendapat Putra Ibn Malik, Al-Muradi, Ibn Aqil, Al-Sayuthi, dan Ibn Hisyam, bahkan dikutip pula komentar Ibn Malik sendiri yang dituangkan dalam Syarah Al-Kafiyah , tetapi tidak dicantumkan dalam Alfiyah . Semua kutipan-kutipan itu diletakkan pada posisi yang tepat dan disajikan secara sistematis, sehingga para pembaca mudah menyelusuri suatu pendapat dari sumber aslinya.

    Kitab ini memiliki banyak hasyiyah juga, antara lain : Hasyiyah Hasan ibn Ali al-Mudabbighi, Hasyiyah Ahmad ibn Umar al-Asqathi, Hasyiyah al-Hifni, dan Hasyiyah al-Shabban. Dalam muqaddimah hasyiyah yang disebut akhir ini, penulisnya mencantumkan ulasan, bahwa metodanya didasarkan atas tiga unsur, yaitu (a) Karangannya akan merangkum semua pendapat ulama nahwu yang mendahului penulis, yang terurai dalam kitab-kitab syarah al-Asymuni. (b) Karangannya akan mengulas beberapa masalah yang sering menimbulkan salah faham bagi pembaca. (c) Menyajikan komentar baru yang belum ditampilkan oleh penulis hasyiyah sebelumnya. Dengan demikian, kitab ini bisa dinilai sebagai pelengkap catatan bagi orang yang ingin mempelajari teori-teori ilmu nahwu.

    Powered by Blogger